LEGENDA MIHING

Mihing
(Rakit “Magis” dari Sungai Kahayan)
Konon jaman dahulu cerita ini dikenal suatu tempat di Rangan Mihing Sungai Kahayan Kalimantan Tengah hidup seorang bernama Bowak, seorang pekerja yang tekun dan pandai memelihara babi. Setiap hari mencari keladi dan memasak untuk makanan babi peliharaannya.
Suatu ketika Bowak bersenandung (menyangen atau mangarungut) di antara syair terlantun “Narai kajaria kea gawi kalutuh Nasang Tingang dia bahelat andau, maraga kalawet isen sangkelang pandang kalaman” artinya: kapan berakhir pekerjaan ini, setiap hari mencari daging burung tingang, mencincang daging monyet/ owa-owa. Padahal yang dicincang adalah keladi untuk babi peliharaannya.
Senandungnya terdengar oleh Sangiang dan memerintah Sahawung dan Lewu Telo (nama dewa kepercayaan masyarakat Kaharingan turun ke bumi menggunakan Palangka Bulau (nama sejenis perahu alam atas menuju danum kalunen (bumi) tempat Bowak berada, dan Bowak langsung di ajak ke Lewu Telo (tempat gaib alam atas).
Bowakpun diterima dan diperlakukan dengan baik dan diuji atas senandungnya tadi Bowak diajak berburu burung tingang untuk melihat siapa paling banyak mendapatkannya. Ternyata Bowak yang menang berhasil mengumpulkan burung tingang.
Ujian kedua mengajak Bowak mengintai ikan dengan cara bersiul atau (manyan tamban) sehingga ikan-ikan bermunculan, sehingga mudahlah ikan tersebut ditangkap pakai tangan atau ditombak. Untuk kali ini Bowak terbanyak mengumpulkan ikan.
Pada suatu malam Sahawung dan seluruh penghuni Lewu Telo mengadakan rapat mempersiapkan bahan dan alat membangun Mihing. Karena pada saat itu Bowak ada dekat mereka maka mereka menutup Bowak dengan kajang dan dikurung sehingga tidak melihat proses pembuatan Mihing, tapi Bowak berkata dia dapat melihat proses pembuatan Mihing tersebut. Tahap kedua akhirnya orang di kampung telo menutupinya dengan “Garantung” atau gong sehingga Bowak tidak melihat proses pembuatan Mihing tersebut, namun Bowak kembali mengatakan dapat melihat proses pembuatan Mihing dengan jelas walapun kenyataanya dia tidak melihat apapun karena gelap. Tahap ketiga akhirnya orang di kampung telo menutupinya dengan “lunta” atau jala agar Bowak tidak melihat proses pembuatan Mihing tersebut, namun bowak membohongi sambil menangis bahwa dia tidak melihat apapun karena gelap padahal proses pembuatan Mihing tersebut dapat dilihatnya dengan jelas dan dalam hatinya bertanya apa, bagaimana kegunaan Mihing. Bowak melihat bagaimana cara membuat Mihing dan terlihatlah manfaat Mihing tadi dalam sekejab dimasuki harga kekayaan berupa gong, balanga, emas, intan dan sebagainya.
Setelah 3 bulan di Lewu Telo Bowak dipulangkan ke pantai danum kalunen, Bowak termasuk orang cerdas dan mampu mengingat kembali dan membuat bagaimana cara serta tehnik membuat Mihing tadi di bumi. Ketika Mihing hampir selesai dalam sekejab Mihing bergoyang dan diisi oleh gong, guci, balanga, emas, intan yang berasal dari lewu telo, dari barang yang sudah terkumpul sebelumnya.
Mengetahui penyebab itu maka Sahawung turun ke bumi dan memanggil Bawok dan mengatakan telah cukup harta yang kamu peroleh, Mihing ini tidak boleh dibangun di atas tanah atau daratan kecuali dibangun di sungai dan hanya boleh dimasuki ikan besar maupun kecil. Sejak itulah manfaat Mihing digunakan sebagai penangkap ikan. Mengambil ikan di bagian buritan Mihing jangan sampai mengeluarkan darah dari ikan sebab dapat mengakibatkan ikan tidak mau masuk Mihing akibat tercium jenis ikan lainnya
Di akhir hidupnya Bowak sejahtera dan mempunyai harta benda yang cukup untuk memenuhi keperluan hidupnya. Diyakini oleh masyarakat sekitar Tumbang Danau Bowak menjadi gaib dan menghilang di sebelah hilir kampung Tumbang Danau yang saat ini disebut kaleka.
Batasan daerah pemasangan Mihing hanya pada sungai Kahayan batas sebelah hulu de desa Tangkahen (dahulu dikenal nama desa Tumbang Danau Mihing) atau dikenal juga dengan nama Lewu Pandih Nyaring Rundum Bayang Henda. Sekarang tempatnya angker, di daerah tersebut tinggal sisa pohon kelapa, durian, langsat dan tanaman lainnya yang usia kampung tersebut diperkirakan mencapai sekitar 500 tahun. Menurut Sunthin Mahar (64), Mihing terakhir dibuat pada tahun 1961.
Sumber:
1. Sunthin Mahar (64) dari Desa Kampuri Kecamatan Mihing Raya Kabupaten Gunung Mas, saksi hidup pada waktu beliau berumur 16 tahun.
2. Bahan bacaan dari museum negeri “Balanga” pemerintah propinsi Kalteng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar