Betang Toyoi, Simbol Kebersamaan dan Pluralisme


Betang adalah rumah adat Dayak yang terbuat dari kayu ulin. Rumah adat ini selalu dihuni oleh banyak kepala keluarga dan mengandung nilai-nilai sejarah kebudayaan asli Dayak Ngaju.
Di desa Tumbang Malahoi, tersisa satu betang yaitu Betang Toyoi. Betang Toyoi didirikan oleh seorang keturunan Bungan dan Burow, yaitu Toyoi bin Panji. Diprediksi betang ini didirikan pada tahun 1869. Nama Toyoi diberikan untuk menghormati pendirinya.

Betang Toyoi dibuat dengan bahan-bahan yang dikumpulkan dari bukit Takinding dan bukit Lambayung. Dikatakan sekitar 300 orang laki-laki dan perempuan dikerahkan Toyoi untuk mendirikan betang. Betang asli tidak menggunakan paku, hanya pasak dan simpul untuk menyambung bahan-bahan penyusunnya. Walaupun Betang Toyoi telah mengalami beberapa kali renovasi, keasliannya masih tetap terjaga.

Masuk ke dalam betang, kita langsung melihat ruang besar berukuran panjang sekitar 20 meter dan lebar 10 meter. Ada masing-masing empat kamar di kiri dan kanan pintu masuk. Dahulu, betang Toyoi bisa dihuni sampai puluhan orang. Saat ini, penghuninya tinggal enam keluarga yang kebanyakan perempuan tua yang ditinggal suaminya meladang. Kami memanggil mereka dengan 'tambi', nenek dalam bahasa Dayak. Di tengah ruangan terdapat empat buah tiang yang terbuat dari kayu ulin. Atap dan alas betang juga dibuat dari kayu ulin.

Di depan betang terdapat bangunan 'sandung', 'sapundu' dan tiang 'pantar' yang merupakan bangunan penting untuk menghormati keluarga yang telah meninggal dalam agama Hindu Kaharingan. Meskipun begitu, di rumah panjang itu sebenarnya terdapat pemeluk tiga agama, yaitu Islam, Kristen Protestan dan Kaharingan. Mereka hidup rukun dan saling menghargai satu sama lain. Rumah betang Toyoi menjadi saksi bisu sekaligus simbol pluralisme, yang terjadi secara nyata di Tumbang Malahoi.

Melihat penampakan dan mengetahui sejarah betang Toyoi, kita akan kagum pada nilai-nilai sosial dan sejarah kebudayaan Dayak. Sayang sekali secara fisik betang Toyoi mulai rapuh. Terlihat titik-titik betang yang digerogoti rayap. Penghuninya pun semakin sedikit. Rasanya dibutuhkan peran aktif warga Dayak, secara khusus, dan kita warga Indonesia, secara umum, untuk menjaga warisan budaya bangsa ini dari kepunahan.

Keterangan Foto: Tampak Depan Betang Toyoi, Tumbang Malahoi, Kalteng.
Sumber: http://aci.detik.travel

Read More......